PREAMBULE

B
log ini kami dedikasikan untuk teman-teman pecinta Matematika, siapapun Anda. Namanya memang Matematika SMA Kendal, tapi blog ini terbuka bagi siapa saja, karena Matematika adalah universal.
Sebagian tulisan dalam blog ini merupakan cuplikan dari web lain yang kami rangkum dalam link referensi Lewat sarana ini, kami mengajak rekan-rekan atau siapa saja yang peduli Matematika pada khususnya dan Pendidikan pada umumnya untuk menyumbangkan pikirannya serta berkenan mengirimkannya pada kami melalui salah satu pilihan yang kami tawarkan. Visi kami : "Biar Lambat asal Meningkat"
Selamat bergabung dengan kami. Kritik, saran dan masukan dari Anda sangat kami nantikan.

[petugas]

Belajar Matematika dengan Mendalang

Seolah sudah menjadi tradisi, hampir semua siswa pada setiap level pendidikan menganggap matematika sebagai pelajaran yang menakutkan dan paling sulit. Dampaknya pun dirasakan guru matematika sebagai sosok yang paling dibenci serta ditakuti anak didik. Banyak guru yang berupaya mendobrak anggapan salah itu dengan menciptakan model pembelajaran yang inovatif. Sayang, mereka kerap terkendala anggaran maupun kultur lingkungan sekolah. Apalagi, di daerah pedesaan, inovasi untuk menemukan metode pembelajaran matematika yang menyenangkan begitu sulit dijumpai. Melalui forum ini, penulis mencoba menyajikan salah satu metode untuk membuat belajar matematika lebih menyenangkan dan memiliki nilai tambah. Media yang bisa digunakan untuk membantu adalah seni, khususnya wayang kulit. Model pembelajaran baru menggunakan alat peraga wayang kulit bisa menunjukkan dua kegiatan sekaligus, yaitu menyenangkan dan bermakna. Agar pembelajaran menjadi bermakna, guru harus bisa menjembatani konsep anak didik serta konsep tujuan pembelajaran. Juga, agar pembelajaran lebih menyenangkan, cara yang perlu digunakan adalah bermain. Dalam metode ini, anak didik menjalankan wayang kulit menggunakan media berupa papan tancap yang terbuat dari gabus berukuran 20 cm x 20 cm x 120 cm. Gabus itu dibungkus kertas bufalo berwarna dan diberi ruas–ruas garis menyerupai garis bilangan. Kepada anak didik, perlu juga dijelaskan bahwa wayang kulit adalah gambar atau tiruan orang yang terbuat dari kulit. Kesenian tersebut merupakan salah satu warisan nenek moyang yang hampir lenyap. Dalam pembelajaran, tentu siswa tidak perlu terikat pada pakem cerita pewayangan. Kehidupan sehari–hari bisa dijadikan lahan cerita yang akan dimainkan. Wayang kulit akan dijalankan di papan tancap yang menyerupai garis bilangan. Anak didik bisa menjalankan ke kanan dan ke kiri sesuai masalah sehari–hari yang berhubungan dengan operasi bilangan bulat. Dengan kata lain, alat peraga itu bisa digunakan untuk menjelaskan konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian, serta pembagian pada bilangan bulat. Pada metode belajar dengan strategi mendalang berdasar masalah, anak didik bisa berkomunikasi dua arah dengan teman sekelompoknya. Mereka didorong untuk memecahkan masalah yang telah dibuat, sehingga tercapai kondisi belajar yang kooperatif. Sebagai gambaran, kegiatan pertama yang bisa dilakukan dalam metode pembelajaran tersebut adalah membuat kesepakatan mendalang. Misalnya, kepala wayang harus menghadap ke kanan dengan harapan anak didik selalu berbuat kebaikan. Karena itu, simbol positif harus berada di kanan. Tanda positif (+) di papan tancap menggambarkan penambahan atau melanjutkan perjalanan. Tanda negatif (–) berarti mundur, berjalan mundur. Untuk tanda dobel negatif, yang negatif pertama diartikan membalikkan badan. Sedangkan negatif kedua berarti mundur. Jadi, tanda dobel negatif diartikan badan menghadap ke kiri dan mundur. Untuk simbol lain, pusat kota diwakili angka 0 (nol). Sebelah kiri pusat kota menunjukkan letak bilangan negatif, sebelah kanan kota menunjukkan angka positif. Kegiatan kedua yang dilakukan adalah membentuk kelompok yang beranggota lima orang. Masing–masing kelompok membuat cerita atau masalah sehari–hari yang berhubungan dengan operasi bilangan bulat. Cerita itu diberi judul perjalanan tokoh wayang yang boleh dikembangkan sendiri oleh kelompok (pendekatan problem posing). Kegiatan ketiga adalah mempresentasikan permasalahan itu dengan cara mendalang. Satu per satu kelompok dipersilakan mendalang dengan skenario yang sudah ditulis. Kelompok yang lain menonton dan mendapat tugas mencatat perjalanan dalam kalimat matematika. Kegiatan keempat atau terakhir berupa pameran hasil kerja kelompok dan hasil monitoring masing–masing kelompok yang berupa catatan perjalanan tokoh wayang dalam kalimat matematika. Semua dipajang, kemudian anak didik dipersilakan melihat serta memberi masukan. Salah satu kegiatan pembelajaran matematika dengan metode mendalang yang pernah dilakukan penulis menghasilkan rekaman dua kelompok sebagai berikut: Kelompok pertama, dalang memegang tokoh Petruk dan menjalankannya di papan tancap. Dalang berkata, "Petruk berada di posisi 5 meter di sebelah kiri pusat kota. Dia mendengar berita bahwa si Bagong sakit. Sebagai seorang sahabat, Petruk akan anjangsana. Namun, dia harus membeli oleh–oleh dulu ke supermarket yang berjarak sekitar 12 meter . Setelah membeli oleh–oleh, Petruk harus berjalan 14 meter lagi, baru sampai di rumah Bagong. Di manakah rumah Bagong?" Kalimat matematika yang dihasilkan dari cerita itu adalah –5 +12+14 = 21. Jadi, rumah Bagong berada pada 21 m di sebelah kanan pusat kota. Kelompok berikutnya, sang dalang memegang tokoh Srikandi. Dia menjalankannya di papan tancap sambil berkata, "Rumah Srikandi berjarak 10 meter dari pusat kota. Ketika Srikandi berdiri melihat–lihat pemandangan di taman sari, rambutnya yang panjang terurai, seolah ada yang menarik–narik. Oh, Srikandi terkejut dan membalikkan badannya. Ternyata ada anjing yang akan menerkam. Dengan gesit, Srikandi berjalan mundur sepanjang 7 meter. Di mana Srikandi sekarang?" Kalimat matemaika yang dihasilkan dari cerita itu adalah 10 –(– 7) = 17. Dengan kata lain, Srikandi berada 17 meter di sebelah kanan pusat kota . Dengan gambaran tersebut, setidaknya pelajaran matematika tidak monoton dilakukan dengan memelototi buku pelajaran. Materi yang sulit bisa dipecahkan dengan visualisasi permasalahan serta gaya permaian yang menyenangkan. Dengan mendalang, presentasi yang dilakukan siswa menjadi lebih kreatif serta menarik. Anak didik juga semakin mudah mengoperasikan bilangan bulat, memahami hubungan matematika dengan lingkungan, serta mengerti kegunaan matematika dalam kehidupan sehari–hari. Penulis yakin, kemampuan mendalang akan menambah wawasan dan pola pikir anak didik. Sebab, mereka harus bisa membuat masalah, menyelesaikannya, sekaligus menghubungkan dengan kehidupan nyata melalui media pewayangan. (*) Dwi Indraeni SPd Guru Matematika SMPN I Dringu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar